Minggu, 18 April 2010

Renungan Harian


Semalam aku menghadiri acara Marhata Togar-togar di sebuah keluarga anggota punguan parsahutaon kami di Jatiasih, yakni keluarga Siadari. Dimana keluarga tersebut baru saja ditinggal Ibu-nya yang dipanggil Bapa di Surga pada tanggal 6 Maret. Dari kesemua yang menyampaikan kata (aku sendiri kebagian untuk berdoa Pembuka) intinya semua berusaha menghibur keluarga tersebut agar dukacitanya cepat berlalu dan berharap hanya kegembiraan yang akan dihadapinya. Aku teringat saat tanggal 6 Maret tersebut, dari salah satu keluarga anggota punguan yang lain yang menyampaikan kabar duka tersebut pada kami. Aku berusaha untuk datang ke rumahnya untuk mengucapkan turut berbela sungkawa. Namun apadaya, saat itu aku juga harus berangkat menghadiri latihan Koor Komisi Kaum Bapak di Gereja. Walhasil, setelah jam 20.30 wib aku pulang. Hari itu juga ada keluarga lain yang ditimpa musibah, dimana juga Ibu dari keluarga tersbut dipanggil Tuhan. Rumah duka adalah di Perum Danamon.  Jadi sepulangnya dari gereja aku langsung berangkat menuju rumah duka  di Perum Danamon. Sepanjang disitu, aku berfikir, apakah aku mengirimkan sms saja ke Keluarga Siadari untuk memberi kata turut berbela sungkawa atau harus datang ke rumahnya. Kelamaan bertimbang, waktu pun berlalu dan besok pagi, dengan pesawat pagi dari Bandara Soetta, keluarga Siadari itu akan pulang ke Sidamanik (bonapasogit, kampung halaman) untuk melakukan acara penguburan sebagai penghormatan terakhir untuk orangtuanya. 

Hari ini aku ditegur melalui ayat Renungan Harian. Aku memeang berprinsip "Kita Wajib & Harus Datang menjumpai sanak Family, tetangga, sahabat, teman dll disaat-saat dukacita menghampiri mereka" Tapi saat dengan keluarga Siadari aku tidak melakukannya... Rasa bersalah menyerangku dan malam sebelum tidur aku mohon ampun pada Tuhan. Kiranya Tuhan mengampuni salahku yang tidak respon terhadap dongan sahuta yang sedang kemalangan itu. 

Renungan Harian yang kubaca akan kubagikan buat semua... Tuhan Yesus Memberkati. Amien 


SENTUHAN KASIH

Bacaan : Kolose 4:10-18

Dulu, setiap Natal tiba, orang Inggris suka mengirim surat pendek
berisi ucapan Natal di atas kartu kosong. Lama-kelamaan cara ini
dianggap tidak praktis. Tahun 1843, Sir Henry Cole mencetak kartu
bergambar disertai ucapan selamat, sehingga ia tinggal membubuhkan
tanda tangan di atasnya. Sejak itulah kartu ucapan mulai populer.
Kini cara itu pun dipandang kurang praktis. Banyak orang mengirim
ucapan Natal lewat SMS. Sekali tekan tombol "Kirim", ratusan orang
menerima ucapan Natal. Praktis memang, tetapi sentuhan kasihnya
kurang terasa.

Untuk menunjukkan cinta kasih, orang harus bersedia repot. Ketika
Rasul Paulus mengakhiri tulisannya bagi jemaat Kolose, ia
mengucapkan salam yang panjang. Salam dari rekan sepelayanannya
disebut satu per satu: dari Aristarkus, Markus, Yustus, Eprafas,
tabib Lukas, dan Demas. Selain itu Paulus juga menulis bagian salam
ini dengan tulisan tangannya sendiri. Padahal isi suratnya ditulis
dengan bantuan seorang sekretaris. Sungguh tidak praktis! Namun,
lewat semua ini Paulus ingin menunjukkan sentuhan kasihnya yang
bersifat pribadi pada jemaat Kolose.

Kesibukan dan kemajuan teknologi kadang membuat kita menyukai segala
sesuatu yang serbapraktis dan otomatis. Sentuhan kasih pun
diabaikan. Ketika seorang sahabat berduka, kita merasa cukup
menelepon atau menyatakan rasa duka lewat SMS, ketimbang membesuk
dan memeluknya. Saat ia menikah, kita hanya menghadiri pestanya.
Enggan menghadiri pemberkatan pernikahannya. Banyak orang merindukan
sentuhan kasih Anda. Maukah Anda sedikit repot untuk mewujudkannya?
--JTI

ORANG LEBIH MEMBUTUHKAN SENTUHAN KASIH ANDA

DARIPADA SEMUA TALENTA DAN HARTA MILIK ANDA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar