Danau
Toba di Prov. Sumatera Utara merupakan danau volcano-tectonic terbesar di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Danau Toba
secara geografis terletak antara koordinat 2o10’ LU – 3o0’
LU dan 98o20” BT – 99o50” BT dan pada ketinggian sekitar
905 m dpl. Wilayah Danau Toba mempunyai panjang
100 km dan lebar 30 km. Danau Toba dikelilingi oleh 7 (tujuh)
kabupten yakni Kab. Tapanuli Utara, Kab. Humbang Hasundutan, Kab. Dairi,
Kab. Samosir, Kab. Karo, Kab. Simalungun dan Kab. Toba. Danau Toba berjarak 176 km dengan
waktu tempuh ± 5 – 6 jam ke barat
dari ibukota propinsi yaitu Medan.
Gambar 1. Kawasan Danau Toba [1](Sumber : Badan Koordinasi Penataan Ruang )
Danau Toba, memiliki peran penting tidak hanya bagi
masyarakat yang tinggal disekitarnya, namun juga bagi berperan bagi masyarakat
provinsi Sumatera Utara dan menjadi salah satu sumber yang ikut mendatangkan
devisa bagi negara. Bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya, Danau Toba
dipergunakan sebagai sumber air dan sumber penghasilan bagi kehidupan
sehari-hari bahkan juga dipergunakan sebagai tempat pembuangan hasil aktifitas
masyarakat tersebut. Danau Toba dipakai sebagai tempat peternakan ikan air
tawar dan sumber irigasi bagi masyarakat. Danau Toba memiliki potensi
wisata alam, wisata spiritual, wisata sejarah dan budaya, atau
pun wisata arsitektur dan kuliner. Suasana yang sejuk dan
menyegarkan, hamparan air yang jernih, serta pemandangan yang mempesona dengan
pegunungan hijau adalah sebagian kecil saja dari deskripsi keindahan Danau Toba
yang mengagumkan. Berlimpahnya sumberdaya sehingga menjadikan sumber pendapatan daerah dan devisa bagi negara
Danau Toba juga dipergunakan sebagai salah sumber pembangkit yang sampai saat
ini menjadi andalan Provinsi Sumatera Utara bahkan negara Indonesia. Danau Toba
juga menjadi sumber energi untuk produksi PT Inalum yang menghasilkan
Alumunium.
Indikator ekonomi yang
mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dapat dilihat dari indikator
angka Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB). Meskipun mempunyai peran yang
penting dari segi ekonomi masyarakat, pada kenyataannya, dari sejak tahun 2008
hingga 2012, Sumatera Utara selalu berada dibawah rata-rata PDB Indonesia. Hal
tersebut bisa dilihat sebagaimana data dibawah ini.
Gambar 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Sumatera Utara[2] (Sumber : BPS Sumut)
Indikator ekonomi lain yang dapat kita lihat adalah Produk
Regional Domestik Bruto (PDRB) per Kapita. Dari sejak tahun 2008 hingga 2012,
Sumatera Utara tetap selalu berada dibawah rata-rata PDB Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari table dibawah ini :
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per kapitaAtas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi, 2008 - 2012 (Ribu Rupiah)[3] *) angka sementara **) Angka sangat sementara
Dari data tersebut dapat juga dilihat PDRB per
kabupaten khususnya kabupaten-kabupaten yang berada disekitar kawasan Danau
Toba didapat sebagaimana tabel dibawah ini :
Tabel 2. PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota 2008 - 2011[4] (sumber : BPS Sumatera Utara)
*) angka sementara
**) Angka sangat sementara
Sementara itu jika dilihat dari sisi pariwisata yang selama ini menjadi
andalan PAD Sumatera Utara dimana hal tersebut dilihat dari rata-rata kedatangan
wisatawan, , kenyataannya bahwa dari data-data BPS, perbandingan
wisatawan mancanegara yang masuk melalui Bandara Polonia (Medan) hanya 10% dari
wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali, Dibandingkan dengan Bali, tidak
kurang dari 10% pada 5 (lima) tahun kebelakang, namun kurang lebih 10% jika
dibanding Jakarta dan kurang dari 20% dibanding dengan Batam. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 3.
Pemerintah Pusat telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dimana
Danau Toba telah ditetapkan sebagai sebuah Kawasan Strategis Nasional. Menurut
Peraturan Pemerintah tersebut, maksud dari Kawasan Strategis Nasional yaitu
wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara,
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan
sebagai warisan dunia. Oleh sebab sejak tahun 2009 telah disusun Rancangan
Peraturan Presiden guna menyusun Tata Ruang Wilayah yang menjadi dasar
operasional pemanfaatan , pengelolaan dan pembangunan berkelanjutan di Kawasan
Danau Toba yang diarahkan kepada permasalahan konservasi dan
Pariwisata. Pengembangan Kawasan Danau Toba sangat mendesak dilakukan agar
memberikan multiplier effect terhadap pertumbuhan wilayah di
sekitar kawasan ini. Andalan potensi yang diharapkan dapat dengan cepat
meningkatkan perekonomian di Kawasan Danau Toba memang adalah sektor
pariwisata, walaupun faktor lain seperti pertanian dan perkebunan juga tidak
kalah penting dapat mendatangkan pendapatan daerah dan meningkatkan
kesejateraan masyarakat di sekitarnya.
Dari permsalahan diatas serta dukungan terhadap sektor pariwisata, ketersediaan infrakstruktur berupa infrastruktur transportasi merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan. Hal itu dikarenakan karena sektor transportasi berperan sebagai sarana penggerak perekonomian daerah bersangkutan untuk mendistribusikan barang, jasa dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan (Abbas, 2003). Dengan jarak 176 km yang dapat ditempuh dalam 5 – 6 jam ke arah barat dari ibukota propinsi yaitu Medan dan ditambah kondisi infrastruktur jalan menuju kawasan Danau Toba yang kurang baik, membuat Danau Toba selama ini kurang diminati wisatawan untuk dikunjungi. Oleh sebab itu pemerintah telah menyediakan infrastruktur transportasi udara yakni Bandar Udara Silangit di Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara.
Bandara Silangit
adalah sebuah bandara peninggalan Jepang dan merupakan bandara yang terletak
ditengah-tengah antara daerah Pantai Timur dan Pantai Barat Provinsi
Sumatera Utara serta merupakan bandara yang cukup dekat ke Kawasan Danau Toba.
Menurut pemapan Direktur Utama PT Angkasa Pura II (2013), Bandara Silangit
memiliki panjang Runway (2250 x 30), Taxiway A (75 x 15 M), Taxiway B (150 x 23
M), Apron A (60 x 40 M), Apron B (150 x 80 M) sehingga bandara ini dapat
didarati oleh pesawat sejenis B737-500/F-100/ATR-70/CN235. Bandara Silangit
saat ini dikelola sepenuhnya secara komersial oleh PT Angkasa Pura II, dimana
sebelumnya bandara ini dikelola oleh Kementrian Perhubungan Republik Indonesia.
Namun hingga saat ini,
Bandara Silangit belum mampu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.
Besarnya investasi yang telah didanai baik oleh pemerintah maupun oleh operator
Bandara (PT Angkasa Pura II) tidak sejalan dengan revenue yang
diharapkan pihak operator. Banyak faktor yang menyebabkan penggunaan bandara
ini tidak seperti yang diharapkan salah satunya adalah kurangnya faktor demand dari
penggunaan bandara ini yang mengakibatnya revenue bandara
tidak mencapai sebagaimana yang diharapkan, sehingga mengakibatkan
bandara ini menjadi kurang menguntungkan terutama dari sisi investasi karena
mempunyai masa pengembalian (Payback Period) yang melewati 15 tahun. Dan
apabila permasalahan kurangnya penggunaan Bandara Silangit tersebut dibiarkan,
tidak hanya berdampak kepada investasi yang telah dilakukan pemerintah di
Bandara Silangit saja, tapi juga berdampak kepada keberlangsungan pariwisata di
Kawasan Danau Toba dan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan juga tidak tercapai. (bersambung)